Selasa, 29 Oktober 2013

CARA MENENTUKAN PANJANG LANDASAN YG AMAN UNTUK TAKE OF & LANDING PESAWAT UDARA


Untuk menghitung panjang runway akibat pengaruh prestasi pesawat dipakai suatu peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Amerika Serikat bekerja sama dengan Industri Pesawat Terbang yang tertuang dalam Federal Aviation Regulation (FAR). Peraturan-peraturan ini menetapkan bobot kotor pesawat terbang pada saat lepas landas dan mendarat dengan menentukan persyaratan prestasi yang harus dipenuhi.
 

3.1. Tipe Mesin Pesawat dan Panjang Runway

 
 
Untuk pesawat terbang bermesin turbin dalam menentukan panjang runway harus mempertimbangkan tiga keadaan umum agar pengoperasian pesawat aman. Ketiga keadaan tersebut adalah:
 1)Lepas landas normal
  
Suatu keadaan dimana seluruh mesin dapat dipakai dan runway yang cukup dibutuhkan untuk menampung variasi-variasi dalam teknik pengangkatan dan karakteristik khusus dari pesawat terbang tersebut.
 2)Lepas landas dengan suatu kegagalan mesin
  
Merupakan keadaan dimana runway yang cukup dibutuhkan untuk memungkinkan pesawat terbang lepas landas walaupun kehilangan daya atau bahkan direm untuk berhenti.
 3)Pendaratan
  
Merupakan suatu keadaan dimana runway yang cukup dibutuhkan untuk memungkinkan variasi normal dari teknik pendaratan, pendaratan yang melebihi jarak yang ditentukan (overshoots), pendekatan yang kurang sempurna (poor aproaches) dan lain-lain.
   
 Panjang runway yang dibutuhkan diambil yang terpanjang dari ketiga analisa di atas.
  
 
Peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pesawat terbang bermesin piston secara prinsip mempertahankan kriteria diatas, tetapi kriteria yang pertama tidak digunakan. Peraturan khusus ini ditujukan pada manuver lepas landas normal setiap hari, karena kegagalan mesin pada pesawat terbang yang digerakkan turbin lebih jarang terjadi.
  
 
Dalam peraturan-peraturan baik untuk pesawat terbang bermesin piston maupun untuk pesawat terbang yang digerakkan turbin, perkataan runway dikaitkan dengan dengan istilah perkerasan dengan kekuatan penuh (full strength pavement = FS). Jadi dalam pembahasan berikut istilah runway dan perkerasan kekuatan penuh mempunyai arti yang sama.
  
 
  
 
Gambar 1. 25. Pengaruh Kondisi Pesawat dengan Panjang Landasan
(Sumber: Gambar 1.25. Basuki, 1986)
  
 Agar lebih jelas mengenai ketiga keadaan yang dimaksud diatas dapat dilihat pada Gambar 1.25 dengan keterangan sebagai berikut:
 1)
Keadaan pendaratan (Gambar 1.25a), peraturan menyebutkan bahwa jarak pendaratan (landing distance = LD) yang dibutuhkan oleh setiap pesawat terbang yang menggunakan bandara, harus cukup untuk memungkinkan pesawat terbang benar-benar berhenti pada jarak pemberhentian (stop distance = SD), yaitu 60 persen dari jarak pendaratan, dengan menganggap bahwa penerbang membuat pendekatan pada kepesatan yang semestinya dan melewati ambang runway pada ketinggian 50 ft.
 2)
Keadaan normal, semua mesin bekerja (Gambar 1.25c) memberikan definisi jarak lepas landas (take off distance = TOD) yang untuk bobot pesawat terbang harus 115 persen dan jarak sebenarnya yang ditempuh pesawat terbang untuk mencapai ketinggian 35 ft (D35). Tidak seluruh jarak ini harus dengan perkerasan kekuatan penuh. Bagian yang tidak diberi perkerasan dikenal dengan daerah bebas (clearway = CW). Separuh dari selisih antara 115 persen dari jarak untuk mencapai titik pengangkatan, jarak pengangkatan (lift off distance = LOD) dan jarak lepas landas dapat digunakan sebagai daerah bebas (clearway). Bagian selebihnya dari jarak lepas landas harus berupa perkerasan kekuatan penuh dan dinyatakan sebagai pacuan lepas landas (take off run = TOR).
 3)
Keadaan dengan kegagalan mesin (Gambar 1.25b), peraturan menetapkan bahwa jarak lepas landas yang dibutuhkan adalah jarak sebenarnya untuk mencapai ketinggian 35 ft (D35) tanpa digunakan persentase, seperti pada keadaan lepas landas dengan seluruh mesin bekerja. Keadaan ini memerlukan jarak yang cukup untuk menghentikan pesawat terbang dan bukan untuk melanjutkan gerakan lepas landas. Jarak ini disebut jarak percepatan berhenti (accelerate stop distance = ASD). Untuk pesawat terbang yang digerakkan turbin karena jarang mengalami lepas landas yang gagal maka peraturan mengizinkan penggunaan perkerasan dengan kekuatan yang lebih kecil, dikenal dengan daerah henti (stopway = SW), untuk bagian jarak percepatan berhenti diluar pacuan lepas landas (take off run).
  
 
Panjang lapangan (field length = FL) yang dibutuhkan pada umumnya terdiri dari tiga bagian yaitu perkerasan kekuatan penuh (FS), perkerasan dengan kekuatan parsial atau daerah henti (SW) dan daerah bebas (CW). Untuk peraturan-peraturan diatas dalam setiap keadaan diringkas dalam bentuk persamaan sebagai berikut:
  
 
  
 
  
 
Untuk menentukan panjang lapangan yang dibutuhkan dan berbagai komponennya yang terdiri dari perkerasan kekuatan penuh, daerah henti dan daerah bebas, setiap persamaan diatas harus diselesaikan untuk rancangan kritis pesawat terbang di bandara. Hal ini akan mendapatkan setiap nilai-nilai berikut:
 
 Dimana nilai CW minimum yang diizinkan adalah 0.
  
 
Apabila pada runway dilakukan operasi pada kedua arah, seperti yang umum terjadi, komponen-komponen panjang runway harus ada dalam setiap arah.
  

3.2. Perhitungan Panjang Runway Akibat Pengaruh Kondisi Lokal Bandara.

  
 
Lingkungan bandara yang berpengaruh terhadap panjang runway adalah: temperatur, angin permukaan (surface wind), kemiringan runway (effective gradient), elevasi runway dari permukaan laut (altitude) dan kondisi permukaan runway.
  
 
Sesuai dengan rekomendasi dari International Civil Aviation Organization (ICAO) bahwa perhitungan panjang runway harus disesuaikan dengan kondisi lokal lokasi bandara. Metoda ini dikenal dengan metoda Aeroplane Reference Field Length (ARFL). Menurut ICAO, ARFL adalah runway minimum yang dibutuhkan untuk lepas landas pada maximum sertificated take off weight, elevasi muka laut, kondisi atmosfir standar, keadaan tanpa angin bertiup, runway tanpa kemiringan (kemiringan = 0). Jadi didalam perencanaan persyaratan-persyaratan tersebut harus dipenuhi dengan melakukan koreksi akibat pengaruh dari keadaan lokal. Adapun uraian dari faktor koreksi tersebut adalah sebagai berikut:
  
 1)Koreksi elevasi
  Menurut ICAO bahwa panjang runway bertambah sebesar 7% setiap kenaikan 300 m (1000 ft) dihitung dari ketinggian di atas permukaan laut. Maka rumusnya adalah:
 2)Koreksi temperatur
  Pada temperatur yang tinggi dibutuhkan runway yang lebih panjang sebab temperatur tinggi akan menyebabkan density udara yang rendah. Sebagai temperatur standar adalah 15 oC. Menurut ICAO panjang runway harus dikoreksi terhadap temperatur sebesar 1% untuk setiap kenaikan 1 oC. Sedangkan untuk setiap kenaikan 1000 m dari permukaaan laut rata-rata temperatur turun 6.5 oC.
  Dengan dasar ini ICAO menetapkan hitungan koreksi temperatur dengan rumus:
 3)Koreksi kemiringan runway
  Faktor koreksi kemiringan runway dapat dihitung dengan persamaan berikut:
 4)Koreksi angin permukaan (surface wind)
  
Panjang runway yang diperlukan lebih pendek bila bertiup angin haluan (head wind) dan sebaliknya bila bertiup angin buritan (tail wind) maka runway yang diperlukan lebih panjang. Angin haluan maksimum yang diizinkan bertiup dengan kekuatan 10 knots, dan menurut Basuki (1990) kekuatan maksimum angin buritan yang diperhitungkan adalah 5 knots. Tabel 2.4 berikut memberikan perkiraan pengaruh angin terhadap panjang runway.
   
  
Tabel 1.6 Pengaruh Angin Permukaan Terhadap Panjang Runway
   
  
Kekuatan Angin
Persentase Pertambahan/ Pengurangan Runway
+ 5
+10
-5
-3
-5
+7
   
  Sumber: Basuki (1990)
   
  Untuk perencanaan bandara diinginkan tanpa tiupan angin tetapi tiupan angin lemah masih baik.
   
 5)Kondisi permukaan runway
  
Untuk kondisi permukaan runway hal sangat dihindari adalah adanya genangan tipis air (standing water) karena membahayakan operasi pesawat. Genangan air mengakibatkan permukaan yang sangat licin bagi roda pesawat yang membuat daya pengereman menjadi jelek dan yang paling berbahaya lagi adalah terhadap kemampuan kecepatan pesawat untuk lepas landas. Menurut hasil penelitian NASA dan FAA tinggi maksimum genangan air adalah 1.27 cm. Oleh karena itu drainase bandara harus baik untuk membuang air permukaan secepat mungkin.
  Jadi panjang runway minimum dengan metoda ARFL dihitung dengan persamaan berikut:
  
Setelah panjang runway menurut ARFL diketahui dikontrol lagi dengan Aerodrome Reference Code (ARC) dengan tujuan untuk mempermudah membaca hubungan antara beberapa spesifikasi pesawat terbang dengan berbagai karakteristik bandara. Kontrol dengan ARC dapat dilakukan berdasarkan pada Tabel 1.7 berikut:
   
  
Tabel 1.7 Aerodrome Reference Code (ARC)
   
  
Kode Elemen I
Kode Elemen II
Kode Angka
ARFL  (m)
Kode Huruf
Bentang
sayap   (m)
Jarak terluar
pada pendaratan (m)
1
2
3
4
< 800
800-1200
1200-1800
> 1800
A
B
C
D
E
< 15
15-24
24-36
36-52
52-60
< 4.5
4.5 – 6
6 – 9
9 – 14
9 – 14
   
  
Sumber: Horonjeff (1994)
   

3.3. Lebar, Kemiringan dan Jarak Pandang Runway

   
 1)Lebar runway
  
Dari ketentuan pada Tabel 2.5 apabila dihubungkan dengan Tabel 2.6 berikut maka dapat ditentukan lebar runway rencana minimum.
   
  
Tabel 1.8 Lebar Runway
   
  
Kode Angka
Kode Huruf
A
B
C
D
E
1a
2a
3
4
18 m
23 m
30 m
-
18 m
23 m
30 m
-
23 m
30 m
30 m
45 m
-
-
45 m
45 m
-
-
-
45 m
   
  a = lebar landasan presisi harus tidak kurang dari 30 m untuk kode angka 1 atau 2
catatan : apabila landasan dilengkapi dengan bahu landasan lebar total landasan dan bahu landasannya paling kurang 60 m.
Sumber: Basuki (1990)
   
 2)Kemiringan memanjang (longitudinal) runway
   
  
Kemiringan memanjang landasan dapat ditentukan dengan Tabel 2.7 dengan tetap mengacu pada kode angka pada Tabel 1.9.
   
  
Tabel 1.9 Kemiringan Memanjang (Longitudinal) Landasan
   
  
Perihal
Kode Angka Landasan
4
3
2
1
Max.Effective Slope
Max.Longitudinal Slope
Max.Longitudinal Slope Change
Slope Change per 30 m
1.0
1.25
1.5
0.1
1.0
1.5
1.5
0.2
1.0
2.0
2.0
0.4
1.0
2.0
2.0
0.4
   
   Catatan :
   1.semua kemiringan yang diberikan dalam persen.
   2.
untuk landasan dengan kode angka 4 kemiringan memanjang pada seperempat pertama dan seperempat terakhir dari panjang landasan tidak boleh lebih 0.8 %.
   3.
untuk landasan dengan kode angka 3 kemiringan memanjang pada seperempat pertama dan seperempat terakhir dari panjang landasan precision aproach category II and III tidak boleh lebih 0.8 %.
Sumber : Basuki (1990)
   
 3)Kemiringan melintang (transversal)
   
  
Untuk menjamin pengaliran air permukaan yang berada di atas landasan perlu kemiringan melintang dengan ketentuan sebagai berikut:
a) 1.5 % pada landasan dengan kode huruf C, D atau E.
b) 2 % pada landasan dengan kode huruf A atau B.
   
 4)Jarak pandang (sight distance)
   
  Apabila perubahan kemiringan tidak bisa dihindari maka perubahan harus sedemikian hingga garis pandangan tidak terhalang dari
   a)
Suatu titik setinggi 3 m (10 ft) dari permukaan landasan ke titik lain sejauh paling kurang setengah panjang landasan yang tingginya 3 m (10 ft) dari permukaan landasan bagi landasan-landasan berkode huruf C, D atau E.
   b)
Suatu titik setinggi 2 m (7 ft) dari permukaan landasan ke titik lain sejauh paling kurang setengah panjang landasan yang tingginya 2 m (7 ft) dari permukaan landasan bagi landasan-landasan berkode huruf B.
   c)
Suatu titik setinggi 1.5 m (5 ft) dari permukaan landasan ke titik lain sejauh paling kurang setengah panjang landasan yang tingginya 1.5 m (5 ft) dari permukaan landasan bagi landasan-landasan berkode huruf A.
   
  2.3.1.2 Panjang, Lebar, Kemiringan dan Perataan Strip Landasan.
Persyaratan strip landasan menurut ICAO diberikan pada Tabel 2.8 berikut :
   
  Tabel 1.10 Panjang, Lebar, Kemiringan dan Perataan Strip Landasan.
   
  
Perihal
Kode Angka Landasan
4
3
2
1
Jarak min.dari ujung landasan atau stopway
Lebar strip landasan untuk landasan instrumen
Lebar strip landasan untuk landasan non instrumen
Lebar area yang diratakan untuk landasan instrumen
Kemiringan memanjang maks.untuk area yang diratakan
Kemiringan transversal maks.dari areal yang diratakan (lihat catatan b dan c)
60m
300m
150m
150m
1.5%
2.5%
60m
300m
150m
150m
1.75%
2.5%

60m
150m
80m
80m
2.0%
3.0%
Lihat catatan  a
150 m
60m
60m
2.0%
3.0%

   
   Catatan:
   a.60 m bila landasan berinstrumen, 30 m bila landasan tidak berinstrumen
   b.
kemiringan transversal pada tiap bagian dari strip di luar diratakan kemiringannya tidak boleh lebih dari 5 %
   c.
untuk membuat saluran air kemiringan 3m pertama arah ke luar landasan, bahu landasan, stopway harus sebesar 5 %
   Sumber: Basuki (1990)
   
  Dapat disimpulkan bahwa untuk perencanaan runway diperlukan data: temperatur, elevasi , kemiringan efektif, karakteristik pesawat rencana dan angin. Didalam skripsi ini tidak dibahas penentuan arah angin dominan untuk penentuan arah runway.
   
  
Table 1.11. Bagan Alir Perencanaan Runway Metoda ICAO
   
  
   
  
Gambar 2.8 Bagan alir perencanaan runway metoda ICAO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar